Sebentar lagi, Provinsi Gorontalo genap usia 25 tahun. Tepatnya 5 Desember. Dalam numerologi klasik, angka 25 adalah gabungan dari angka 2 sebagai keseimbangan dan angka 5 sebagai perubahan. Usia 25 tahun adalah fase transisional bagi remaja menjelang dewasa. Bagi Gorontalo, ini adalah simbol harmoni untuk bergerak maju. Menjadi cermin bagi simbol peralihan dan kedewasaan menuju daerah maju.
Dalam peradaban Sumeria dan Babilonia, tanda fase penting pembangunan dan pemerintahan pada perhitungan seperempat siklus, usia 25. Dalam budaya beberapa suku Indonesia, 20–30 tahun adalah usia di mana seseorang diuji keluhuran dan keberanian moralnya. Menjadi titik penentuan karakter seseorang yang menanjak dewasa.
Usia 25 tahun bisa jadi saat krusial. Di usia itu, masa depan kemajuan suatu daerah mulai terasa dekat, sedangkan pilihan masih sangat luas.
Daniel Kahneman, pakar eonomi perilaku mengatakan angka-angka tertentu menjadi penanda psikologis yang mendorong orang atau organisasi merefleksi diri. Angka 25 adalah landmark kuat karena merupakan angka bulat simbolik. Angka ini memicu fresh start effect, dorongan membuat perubahan atau menetapkan tujuan baru.
Bagi Gorontalo, perjalanan 25 tahun bukan puncak pengalaman dan akhir periode pembangunan jangka panjang saja. Tapi menjadi momentum belajar pengelolaan periode yang lebih pendek, 5 tahunan atau tahunan, agar daerah ini bisa mengelola narasi heroik perjuangan awal Gorontalo menuju ke pencapaian saat ini.
Dalam refleksi kemajuan daerah, Gorontalo sedang mengalami fase institutional maturity. Berbagai penghargaan yang diterima menjadi bukti maturitas itu. Piagam, plakat dan berbagai produk penghargaan itu menjadi tanda bahwa daerah ini punya identitas dan pengalaman dalam mengelola pembangunan, didukung jejaring yang luas dan kuat.
Ini bukan pencapaian yang datang begitu saja tapi diolah melalui tangan-tangan trampil kepemimpinan. Keharmonisan pucuk pimpinan daerah dalam setahun terakhir makin meyakinkan Gorontalo akan terus memanen prestasi dan penghargaan dimasa datang.
Meski demikian, ada proses kontemplasi yang tidak bisa diabaikan. Apakah perjalanan kita sudah on the track dalam koridor pembangunan berkelanjutan. Atau terjebak pragmatisme sektoral yang ekstraktif, yang tidak hanya membuat generasi hari ini menderita tapi menyengsarakan generasi mendatang, anak cucu kita nanti.
Lihatlah bagaimana penderitaan masyarakat Sumatera Utara hari ini. Pendekatan pembangunan yang ekstraktif membuat kawasan hulu rusak. Akibatnya gelombang air bah yang tidak bisa lagi ditahan akar perpohonan memasuki sungai menerjang bantaran dan permukiman. Ingat lagi bagaimana bencana yang sama terjadi di berbagai daerah lain. Pengabaian terhadap dampak jangka panjang membuat kita segera merasakan dampaknya. Tanpa menunggu waktu lama.
Pilihan kita sangat dipengaruhi oleh kerangka waktu yang kita ciptakan sendiri. Gorontalo tentu bisa tetap fokus mengejar pertumbuhan dalam jangka pendek. Meski demikian keseimbangan sistim ekonomi, sosial dan ekologi tidak bisa terabaikan. Eksploitasi SDA penting untuk pertumbuhan penting, tapi jika tidak dilakukan secara arif justru menyisakan persoalan jangka panjang yang dampaknya bahkan sudah terasa saat ini.
Satu perubahan kecil bisa mengubah identitas dalam jangka panjang, kata James Clear, dalam bukunya Atomic Habits. Usia 25 mungkin bisa menjadi titik rekalibrasi identitas dan arah pembangunan. Tidak perlu ada identitas baru. Misalnya, siapa kita sebagai daerah setelah seperempat abad? Paling tidak di usia 25 tahun ini, kita bisa menghindari present bias. Mulai menyeimbangkan kesenangan jangka pendek dengan investasi jangka panjang.
25 tahun adalah usia terbaik merumuskan visi jangka panjang. Perjalanan kedepan tidak harus sempurna untuk menjadi berarti. Cukup menjadi pengingat. Bahwa kita harus terus bergerak dalam spiral pertumbuhan namun dilakukan secara lebih bijaksana. Gorontalo harus terus belajar pengalaman pahit diberbagai tempat lain akibat preseden buruk kebijakan yang tidak bijaksana.
Peraih hadiah Nobel, Daniel Kahneman mengatakan manusia tidak hidup dalam garis waktu, tetapi dalam momen-momen bermakna. Usia 25 tahun ini menjadi bermakna jika kita bisa bercermin terhadap pengalaman dan pembelajaran dalam perjalananan selama ini untuk meneguhkan arah pembangunan menuju Gorontalo Emas 2045.
*Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Gorontalo / Pokja Forum KTI
Komentar