Tingkatkan Kontribusi Ekonomi Kreatif terhadap Pertumbuhan Tinggi, Mungkinkah?
24Sep'24
Admin
0 Komentar
49x Dibaca
Meski disangsikan banyak pihak, target Presiden Terpilih, Prabowo Subianto, terhadap pertumbuhan tinggi bukan pula hal yang mustahil. Potensi SDA Indonesia yang sangat besar dan dikelola dengan baik adalah modal utama dalam mendukung target ini. Beberapa kinerja dan trend sectoral juga menunjukan prospek pertumbuhan yang baik dan bisa berkontribusi terhadap pencapaian pertumbuhan tinggi.
Ekonomi kreatif adalah salah satu sub sektor yang diharapkan memberi andil dalam target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ekonomi Kreatif adalah ranah yang dinamis dalam lanskap ekonomi yang berkonsentrasi pada interaksi dinamis kreativitas, keahlian, dan pengetahuan dalam upaya produk atau layanan.
John Howkins, visioner yang pertama kali menciptakan istilah ekonomi kreatif, mencirikannya sebagai pertukaran produk imajinatif yang menghasilkan barang atau jasa ekonomi yang lahir dari inovasi dan memiliki nilai ekonomi yang nyata. UU No. 19/2019 tentang Ekonomi Kreatif dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2022 tentang Ekonomi Kreatif mengartikulasikan ekonomi kreatif sebagai manifestasi dari peningkatan nilai yang berasal dari kekayaan intelektual, berakar pada kecerdikan manusia dan diperkaya oleh warisan budaya, ilmiah, dan/atau teknologi.
Berbeda dengan ekonomi tradisional yang bergantung pada sumber daya alam atau modal, ekonomi kreatif justeru sebaiknya. Subsektor ini mengandalkan sumber daya manusia dan ide-ide baru sebagai pondasinya. Kreativitas menjadi pilar utama dalam menggerakan ekonomi produk. Semakin kreatif suatu produk semakin tinggi nilainya.
UU No. 19/2019 membagi ekonomi kreatif kedalam 17 subsektor ekonomi kreatif, yakni: Kriya, Desain Interior, Musik, Arsitektur, Periklanan, Fesyen, Kuliner, Desain Produk, Seni Rupa, Pengembangan Permainan, Film, Animasi, dan Video, Fotografi, Desain Komunikasi Visual, Televisi dan Radio, Seni Pertunjukan, Penerbitan.
Ekonomi kreatif menjadi salah satu sektor yang memiliki potensi besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan menghasilkan inovasi. Meskipun hanya berkontribusi 6,54% terhadap nilai total PDB nasional pada 2022, nilai PDB ekonomi kreatif atas dasar harga berlaku sudah mencapai Rp1.280 triliun. Pada 2023, nilai tambah ekonomi kreatif, naik mencapai 1.414,77 Trilyun dengan nilai ekspor mencapai 23,96 Bilion USD. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap bekerja di sektor ini yakni 24,92 Juta orang.
Subsektor mode busana (fashion), kriya, dan kuliner masih menjadi penyumbang ekspor tertinggi dengan kontribusi 99,94% dari seluruh nilai ekspor produk ekraf pada 2022. Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$10,52 miliar (39,04%), diikuti oleh Swiss, Jepang, Tiongkok, dan Singapura. Sedangkan dari yang menjadi penyuplai utama di Indonesia adalah Jawa Barat (33,64%), diikuti Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan DKI Jakarta. Nilai tersebut hanya menggambarkan produk barang yang diekspor antar negara; produk ekraf yang bukan barang---seperti animasi dan musik---sampai saat ini belum dapat dihitung secara pasti berapa angka ekspornya.
Sub sektor ini dikategorikan sebagai ekonomi baru dan terbarukan dan memiliki potensi besar terhadap pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Isu ekonomi kreatif dikaitkan dengan beberapa goal SDGs. Relevansi dengan Goal 1, misalnya, karena ekonomi kreatif dapat memberi andil dalam pengentasan kemiskinan melalui penyediaan lapangan pekerjaan. Relevansi dengan Goal 8 karena kaitannya dengan penyediaan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan kaitannya dengan Goal 9 terkait dengan inovasi pertumbuhan dan infrastruktur.
Harapan kedepan
Isu ekonomi kreatif menjadi focus kebijakan menuju Indonesia Emas 2045. Dalam RPJPN 2025 -- 2045, kebijakannya difokuskan pada: (a) peningkatan daya saing SDM dan usaha kreatif/digital; (b) penguatan ekosistem; dan (c) pengembangan transformasi digital yang terintegrasi untuk mendorong produktivitas dan efisiensi ekonomi.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mentahapkan Pembangunan ekonomi kreatif: Ekonomi Kreatif dan Digital sebagai sumber pertumbuhan pada 2025, Ekonomi Kreatif dan Digital sebagai Penggerak Ekonomi Berbasis Inovasi pada 2035, dan Indonesia sebagai salah satu pusat Ekonomi Kreatif dan Digital Kelas Dunia pada 2045.
Dalam 8 misi Presiden Terpilih, Prabowo Subianto (Asta Cita), ekonomi prioritas menjadi Prioritas pada Asta #3 tentang meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industry kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur melalui beberapa program prioritas. Program Prioritas ke-10 fokus pada menciptakan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi baru, termasuk pariwisata, ekonomi kreatif, ekonomi digital, usaha rintisan, industri syariah, dan maritim berbasis komunitas.
Sedangkan program prioritas ke-12 fokus dalam merevitalisasi dan memperkuat peran Koperasi Unit Desa (KUD), pasar rakyat, dan penguatan kelembagaan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perikanan, kelautan, peternakan, UMKM, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029, pengembangan ekonomi kreatif juga menjadi bahasan penting dalam kaitannya dengan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai target GNI per kapita 7.400-7.670 US$ pada 2029, pertumbuhan ekonomi jangka menengah 2025-2029 ditargetkan bertumbuh rata-rata pada kisaran 5,6 - 6,1%. Produktivitas menjadi kata kunci dalam mendorong pertumbuhan yang tinggi (productivity led growth), salah satunya diharapkan dari sub sektor ekonomi kreatif. Pada 2029, proporsi PDB Ekonomi Kreatif ditargetkan mencapai 8,4 % dibandingkan capaian 6,54% pada 2022 sebagai baseline (tahun dasar).
Penyelesaian tantangan secara menyeluruh melalui pendekatan ekosistim
Meskipun demikian, sejumlah tantangan ada di depan mata. Pengembangan ekonomi kreatif belum dikelola dalam sebuah kesatuan rencana tindak merujuk pada konsep ekosistim ekonomi kreatif. Pengembangan ekonomi kreatif melalui pendekatan ekosistem bisa mempersempit gap yang terjadi akibat pendekatan silo / parsial karena pendekatan ekosistem mencakup keseluruhan elemen dan tahapan yang dalam pengembangan ekonomi kreatif.
UU No. 24/2019 tentang Ekonomi Kreatif mendefinisikan ekosistem ekonomi kreatif adalah keterhubungan sistem yang mendukung rantai nilai Ekonomi Kreatif, yaitu kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, dan konservasi, yang dilakukan oleh Pelaku Ekonomi Kreatif untuk memberikan nilai tambah pada produknya sehingga berdaya saing tinggi, mudah diakses, dan terlindungi secara hukum.
UU ini secara ekplisit meminta Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah untuk bisa menciptakan dan mengembangkan ekosistem ekonomi kreatif sehingga bisa meningkatkan produktivitasnya dan pada gilirannya mampu memberikan kontribusi bagi perekonomian nasional dan daya saing global dalam bingkat pembangunan berkelanjutan.
Ekosistem ekonomi kreatif sangat penting dalam memecahkan permasalahan dalam pengembangan subsector ekonomi kreatif. Setiap produk ekonomi kreatif dihasilkan dari suatu proses yang saling berkaitan mulai dari proses kreasi, produksi, distribusi, konsumsi, hingga konservasi. Semua proses ini membutuhan kolaborasi multipihak baik pemerintah, pelaku usaha, Masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
Pada Expert Survey yang dilakukan dalam rangka penyusunan "Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2023/2024", mayoritas responden yang terdiri dari pakar, akademis dan pelaku usaha setuju terhadap peran kuat ekosistim ekonomi kreatif dan kolabroasi antar stakeholder dalam mendorong pengembangan subsector ekonomi kreatif.
Kemajuan subsector ekonomi kreatif belum merata di seluruh daerah karena abai terhadap ekosistimnya. Di beberapa tempat, intervensi terhadap pengembangan ekonomi kreatif masih didominasi pendekatan parsial dan mengabaikan keterkaitan antara komponen dalam ekosistim. Solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masih bersifat Silo sehingga tidak efektif dalam memecahkan permasalahan.
Tantangan lainnya adalah karena ekosistim pengembangan ekonomi kreatif belum mencakup seluruh aspek yang terlibat dalam pengembangan ekonomi kreatif, misalnya terkait rantai pasok bahan baku produk ekonomi kreatif. Bahan baku sangat penting dalam proses produksi. Kelangkaan bahan baku bisa mengakibatkan peningkatan biaya produksi dan menurunnya kualitas produk.
Misalnya, industri kerajinan sering kesulitan mendapatkan bahan alami seperti rotan dan kayu, yang berakibat pada meningkatnya biaya produksi dan menurunnya kualitas produk. Pengembangan bahan baku alternatif yang lebih murah dan berkelanjutan belum mendapat perhatian serius sehingga menyebabkan ketergantungan terhadap bahan baku tertentu yang harganya bisa berfluktuasi dan mahal. Oleh karena itu penting sekali mengintegrasikan isu dan sistim rantai pasok dalam pembahasan ekosistim ekonomi kreatif.
Trend pertumbuhan yang baik subsector ekonomi kreatif merupakan bagian momentum kebangkitan perekonomian Indonesia pasca pandemi. Kinerja ini perlu ditingkatan untuk mendukung target pertumbuhan tinggi Presiden terpilih. Salah satu strateginya adalah pengembangan ekonomi kreatif dalam satu kesatuan rencana tindak sesuai konsep ekosistim ekonomi kreatif. Dengan Upaya ini bisa dipastikan ekonomi kreatif dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan tinggi.
Sumber Berita : https://www.kompasiana.com/
Tags:
Bagikan :
Komentar
Tinggalkan Komentar
Artikel Populer
Tags
A PHP Error was encountered
Severity: Notice
Message: Trying to access array offset on value of type null
Komentar