Saat Ekonomi dan Ekologi Bertemu di Tengah Donat, Gorontalo Kemana?
20Okt'25
Admin
0 Komentar
88x Dibaca
Aryanto Husain Senin, 20 Oktober 2025
Ini bukan tentang donat biasa yang kita makan sehari-hari. Kate Raworth, seorang ekonom, dengan menggunakan ilustrasi kue donat memperkenalkan teori Doughnut Economy (Ekonomi Donat) untuk menggambarkan kondisi planet bumi saat ini. Lingkar dalam donat adalah batas ambang bawah (social foundation), kebutuhan dasar manusia seperti pendidikan, air bersih, pekerjaan, keadilan, dan jaringan sosial. Lingkar luar menjadi ilustrasi batas ekologis (ecological ceiling) yang menggambarkan batas daya dukung bumi seperti polusi udara, deforestasi, limbah, dan bencana alam.
Seperti donat yang kita makan, ada bagian empuk antara lingkar luar dan dalam. Ini adalah "zona aman” dan adil bagi manusia serta planet. Pembangunan yang berada pada zona ini dikatakan berhasil karena bisa memenuhi kebutuhan sosial warganya (shortfall) tanpa melewati batas ekologis (overshoot).
Bagaimana kondisi kita?
Dua peneliti IPB, Hania Rahman dan Akhmad Fauzi dalam paper nya Beyond Growth: A Provincial-Level Assessment of the Doughnut Economy’s Potential in Indonesia(2021) melakukan kajian Indeks Ekonomi Donat untuk 34 provinsi di Indonesia. Hasilnya, hanya 3 dari 34 provinsi yang berada di zona aman. Ke 3 provinsi tersebut, Bali, Kepri dan Sulut berhasil memenuhi kebutuhan sosial warganya tanpa melampaui batas ekologis.
Provinsi-provinsi di Papua, Maluku, Nusa Tenggara rata-rata mengalami shortfall sosial seperti kekurangan di bidang energi, pendidikan, air, pekerjaan, dan jaringan sosial. Sebaliknya Provinsi-provinsi di Kalimantan & Jawa–Bali mengalami overshoot ekologis seperti polusi air tanah, konversi lahan, limbah, dan bencana banjir.
Temuan ini menjadi alert bagi kita. Paradigma pembangunan berbasis pertumbuhan ekonomi (growth-oriented) memang bisa membawa dampak positif seperti peningkatan pendapatan dan penurunan kemiskinan. Namun pro-growth juga punya dampak negatif, dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan eksploitasi sumber daya alam.
Jika manusia sejahtera, apakah ada jaminan lingkungan ikut terjaga? Dilema klasik yang sering dialami adalah semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, semakin besar pula tekanan terhadap lingkungan.
Selama ini keberhasilan pembangunan diukur melalui pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi capaian PDB/PDRB, pembangunan dianggap semakin berhasil. Raworth membuktikan angka-angka itu tidak bisa menjadi ukuran yang sebenarnya. Ada dimensi lain yang terlibat seperti lingkungan, hubungan sosial dan lain-lain. Negara-negara Skandinavia membuktikan hal ini. Tanpa mengejar pertumbuhan warganya hidup bahagia.
Tugas kita bersama adalah menggambar ulang gambar dan menulis ulang cerita ekonomi kita untuk menciptakan masa depan di mana semua orang bahagia dan pembangunan berjalan dalam batas-batas yang aman bagi planet ini.
Gorontalo berada di zona mana dan mau kemana?
Dalam kajian ini, Gorontalo belum keluar dari donat, tapi juga belum sepenuhnya masuk ke "zona aman" yang ideal. Social Performance Index (SPI) Gorontalo mencapai 66,2, sedangkan Ecological Damage Index (EDI) sebesar 23,6.
Angka ini menunjukkan bahwa secara sosial, Gorontalo belum mencapai fondasi minimum nasional (73,63). Sebaliknya dari sisi ekologi, daerah ini masih berada di bawah batas kerusakan ekologis (32,89). Dengan kata lain, Gorontalo berada di posisi relatif aman untuk lingkungan, tetapi masih harus memperkuat aspek sosial seperti pendidikan, pekerjaan, pemerataan pendapatan, dan keadilan sosial.
Gorontalo memiliki modal ekonomi yang besar dari sektor pertanian, perikanan/kelautan, pertambangan dan pariwisata. Modal ekologisnya juga tidak kalah besar, mulai dari adanya Danau Limboto, perairan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi hingga hutan tropis di hamparan DAS Bone Bolango. Modal ini harus dikelola secara berkelanjutan dengan mempertemukan strategi eksploitasi SDA tanpa merusak lingkungan.
Gorontalo harus bisa mengelola kekayaannya dengan prinsip “zona aman” ala ekonomi donat. Pemda harus mengintegrasikan prinsip ekonomi donat kedalam instrumen perencanaan seperti RPJPD, RPJMD dan Renstra. Memperkuat strategi pembangunan dari pertumbuhan ke model ekonomi donat. Kebijakan pembangunan perlu terus memastikan warga dapat mencapai landasan sosial seperti makanan, air, pendidikan, perumahan, pekerjaan; tanpa melampaui batas ekologis (ecological ceiling) seperti kerusakan lingkungan, pencemaran, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Konsep Doughnut Economy adalah strategi yang cerdas dan berkelanjutan, mengajak pemerintah daerah untuk naik kelas tanpa merusak bumi. Dengan kondisi ekologis yang masih stabil dan semangat sosial masyarakat yang kuat, dan Gorontalo memiliki peluang besar untuk menjadi provinsi yang mengedepankan prinsip ekonomi-ekologi yang seimbang.
Seperti halnya donat yang manis di tengah, masa depan Gorontalo pun bisa terasa manis jika berada di “zona aman”, yakni dengan mendorong pembangunan dan lingkungan secara seimbang dan melengkapi, bukan saling menggerus dan meniadakan.
Komentar